BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha transfusi
darah di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda dengan nama
“Bloedtransfoesi Dienst” sebagai bagian kegiatan dari NERKAI (Nederlandse Rode
Kruis Afdeling Indonesia ) yang sejak tanggal 17
September 1945 diambil alih oleh Palang
Merah Indonesia. (Pusat pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Transfusi darah merupakan cangkok yang paling tua di
dunia. Adapun transfusi darah dilakukan
pertama kali oleh :
1.
Jean Denish/Richard Lower : 1668 Transfusi dari darah
binatang ke Manusia
2.
James Blundell : 1818 Transfusi pertama Manusia ke
Manusia
3.
Tahun 1829 : Sukses Transfusi Darah ke pasien Perdarahan
Postpartum
Beberapa hal yang penting dalam melakukan satu proses transfusi darah yaitu pemisahan serum dari
contoh darah, pencucian sel dan pembuatan
suspensi sel. Ketiga tahap tersebut merupakan tahap awal dalam suatu proses
transfusi yang cukup berperan penting untuk melakukan pemeriksaan -
pemeriksaan selanjutnya. (Pusat pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Pemahaman yang cukup mengenai ketiga
komponen tersebut yaitu pemisahan serum dari contoh darah ,pencucian sel dan pembuatan suspensi sel harus lebih
diperhatikan sehingga proses – proses reaksi selanjutnya dapat menghasilkan
reaksi yang maksimal.(Julia Setiati, 2007)
B. Tujuan Praktikum
1.
Memisahkan serum dari contoh darah, Untuk memisahkan serum
dari contoh darah.
2.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel, Untuk mendapatkan reaksi
yang maksimal untuk pemeriksaan selanjutnya.
C. Prinsip Praktikum
1.
Memisahkan serum dari contoh darah
Darah tanpa antikoagulan
dibiarkan 15- 20 menit supaya membeku sempurna, kemudian serum diambil dan
dicentrifuge , ambil cairan jernih sebagai serumnya.
2.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel
Sel darah dicuci dengan
saline untuk menghilangkan sisa-sisa globulin yang melekat pada sel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Darah merupakan cairan yang
kompleks dimana didalamnya terkandung
bahan – bahan seperti eritrosit, leukosit , trombosit , protein, vitamin-
vitamin, hormon- hormon dan lain
sebagainya. Volume darah pada manusia adalah berkisar 70-1000 cc/ kg berat badan. Darah digunakan
sebagai bahan- bahan pemeriksaan hematologis dan pemeriksaan- pemeriksaan lain.(AABB, Tecghnical Manual,15th
edition, 2005)
Bahan pemeriksaan dari darah biasanya
berupa serum atau plasma. Untuk mendapatkan serum darah tidak perlu menggunakan
anticoagulant. Jadi didalam serum tidak
terdapat fibrinogen atau dapat dikatakan
bahwa serum adalah plasma dikurangi fibrinogen. Serum adalah komponene yang
bukan berupa sel darah, juga bukan faktor koagolasi. Bahan – bahan yang masih
terdapat dalam serum adalah elektrolit
(seperti K; Na; Cl ), creatinin dan
ureum. Sedangkan plasma didapat dengan cara menambahkan anticoagulant ke dalm
darah. Jadi di dalamnya masih terdapat
fibrinogen. .(AABB, Tecghnical Manual,15th
edition, 2005)
Darah berfungsi sebagai medium
transportasi untuk membawa bermacam – macam komponen dari berbagai organ dalam tubuh. Sel darah
merah pekat cuci (shed pakced
red cell ) adalah sel darah merah pekat yang setiap unitnya dicuci
dengan saline yang bertujuan untuk mengurangi
90 % protein, elektrolit dan antibodi. .(AABB,
Tecghnical Manual,15th edition, 2005)
Sel darah diperoleh dari pengendapan
unsur-unsur dalam darah/ terdapat di dasar tabung setelah di centrifuge. Darah
terdiri dari :
1.
Eritrosit (sel darah merah) sebesar 99%, mengandung
hemoglobin yang berfungsi mengedarkan oksigen. Sel darah juga menjadi penentu
golongan darah merah seseorang sangat kurang, maka ia dikatakan anemia
2.
Trombosit (keping-keping darah), kandungannya berkisar
anatar 0,6% - 1%, berfungsi untuk membantu proses pembekuan darah
3.
Leukosit (sel darah putih) berjumlah 0,2% dari total
darah, berfungsi untuk menjaga sistem imunitas tubuh dan membunuh virus atau
bakteri yang masuk ke dalam tubuh. (Panduan
Praktikum Transfusi Darah, 2012)
Sel darah merah cuci harus digunakan
dalam waktu 24 jam (suhu penyimpanan 1-6
0 C ) karena pembuatannya
dilakukan terbuka ( open system
), selain itu dengan dilakukan pencucian antikoagulan akan terambil sehingga
tidak dapat tersimpan lama. .(AABB, Tecghnical Manual,15th
edition, 2005)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat , Bahan dan Reagen
1.
Alat
a.
Memisahkan serum dari contoh darah
1)
Centrifuge
2)
Pipet Pasteur
3)
Rak tabung
4)
Tabung centrifuge
b.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel
1)
Centrifuge
2)
Rak tabung
3)
Tabung serologi
4)
Tabung centrifuge
5)
Pipet Pasteur
2.
Bahan
a.
Serum dari contoh darah tanpa anticoagulant
b.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel darah
3.
Reagen
a.
Memisahkan serum dari contoh darah
1)
NaCl 0,9 %
2)
Aquadest
b.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel
1)
Saline/ NaCl fisiologis
2)
Asam sulfosalicil 20 %
B. Prosedur kerja
1.
Memisahkan serum dari contoh darah
a.
Darah yang baru diambil tanpa antikoagulan , dibiarkan 15
– 20 menit supaya membeku sampai sempurna, dan ditunggu sampai cairan atau serumnya
keluar dari bekuan.
b.
Setelah serumnya keluar , dengan hati-hati menggunakan
pipet pasteur serum diambil bersama sel-selnya yang bebas dan ditampung didalam
sebuah tabung
c.
Ambillah serum ini sebanyak-banyaknya yang didapatkan,
kemudian isi tabung diputar dalam centrifuge dengan kecepatan 1500 – 2000 rpm
selama ± 3 menit maka akan didapatkan serum yang jernih dibagian atas dan sediment
hasil dibagian bawah
d.
Kemudian pipet yang sudah dicuci ( cuci dengan air
minimal 3 kali ) lalu dibilas dengan NaCl 0,9 % sebnyak 3 kali , serum
dipindahakan ke sebuah tabung lain yang bersih
e.
Selanjutnya sel dicuci untuk membuat suspensi
2.
Cara pencucian sel dan pembuatan suspensi sel
a.
Pencucian sel
1)
Satu bagian pakced cell ditambahkan minimal 10 bagian
saline dicampur dalam tabung serologi
2)
Tuang kedalam tabung sentrifuge, lalu tambahkan lagi
saline sampai 5-7 ml
3)
Homogenkan , lalu disentrifuge dengan kecepatan 1500 –
2000 rpm selama ± 3 menit
4)
Buang supernatannya
5)
Lakukan pencucian ini selama 3 x
6)
Untuk meyakinkan bahwa pencucian telah bersih. Diuji
dengan asam sulfosalisil 20 % . Jika tidak ada kekeruhan berarti sudah bersih,
tetapi jika masih ada kekeruhan , lakukan pencucian lagi.
b.
Pembuatan suspense sel
Endapan padat dari sel yang sudah dicuci itu
disebut washed packed cells. Suspensi –
suspensi sel tersebut di buat sebagai berikut :
1)
Suspensi 5 % = 1
bagian Washed Packed Cells + 19 bagian saline
2)
Suspensi 10 % = 1
bagian Washed Packed Cells + 9 bagian saline
3)
Suspensi 25 % = 1
bagian Washed Packed Cells + 3 bagian saline
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
Probandus
Nama : Sri Oktaviani
Umur : 20 tahun
Jenis
kelamin : Perempuan
1.
Memisahkan serum
dari contoh darah
Serum yang diperoleh
setelah contoh darah yang ada disentrifuge
2.
Pencucian sel dan pembuatan suspense sel
a.
Pencucian Sel
1)
Pencucian Pertama
2)
Pencucian ke- 2
3)
Pencucian ke -3
A B
Keterangan :
A : Pencucian sel dengan saline yang ke -3
B : Sel darah merah hasil pencucian sel
b.
Pembuatan Susupensi Sel
1.
Suspensi Sel 5 %
2.
Suspense Sel 10 %
3.
Suspense Sel 25 %
Keterangan
( gambar bawah) :
Dari
kiri ke kanan adalah suspense sel 25 % ;10 % dan 5 %.
B. Pembahasan
Dari
hasil pemeriksaan memisahkan serum darah dari contoh darah diperoleh serum yang
terpisah secara sempurna di sel darah merah , dengan dilakukan pemusingan
dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit.Dalam
praktikum ini perlu diperhatikan pula cara pemipetan serum atau pemisahan
serum dari sel- sel darah.
Pada
praktikum pencucian sel dan pembuatan suspense sel , didapat endapan dari sel
yang disebut washed packed cell. washed packed cell ini didapat dari satu
bagian packed cell ditambah saline kemudian disentrifuge selama ± 3 menit.
Pencucian ini dilakukan sampai 3 kali. Washed packed cell ini kemudian
dipanaskan untuk pembuatan suspense sel 5 % , 10 % dan 25 %.
Pencucian
sel ini bertujuan untuk menghilangkan sisa – sisa globulin yang masih melekat
pada sel. Dengan demikian pada pemeriksaan selanjutnya seperti pada penentuan
golongan darah , suspense sel dapat bereaksi dengan maksimal.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1.
Melalui pemisahan
serum dari contoh darah yang ada dipeoleh serum serta sel darah merah
2.
Dari pencucian packed cell , diperoleh suspense sel 5 % ,
10 % dan 25 % yang dapat digunakan untuk pemeriksaan – pemeriksaan selanjutnya
yang membutuhkan suspense tersebut, sehingga di peroleh reaksi yang maksimal.
B. Saran
1.
Dalam melakukan pratikum hendaklah diperhatikan
kebersihan alat yang digunakan.
2.
Diharapkan praktikan dapat secara aktif mengikuti
praktikum yang dilakukan, sehingga pengetahuan dan keterampilan dalam praktikum
dapat dikuasai dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Golongan
darah adalah ciri khusus darah dari
suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah
yang paling penting adalah penggolongan ABO
dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia
ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya
saja lebih jarang dijumpai. Transfusi
darah
dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal
ginjal, syok dan kematian.( S. Julia dan Soemantri AG. 2007)
Golongan darah manusia ditentukan
berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya,
sebagai berikut:
1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan
antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap
antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah
A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif
atau O-negatif.
2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan
sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima
darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
3. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan
antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.
Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari
orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal.
Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah
kecuali pada sesama AB-positif.
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen,
tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama
O-negatif.
Secara
umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di
beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan.
Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB
memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis
yang paling jarang dijumpai di dunia. Ilmuwan
Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO.(Denise M. Harmening, 1994)
B. Tujuan Praktikum
1.
Cell Grouping: Untuk mengetahui jenis aglutinogen dalam
sel darah dengan antisera yang telah diketahui jenisnya.
2.
Reverse Grouping (Back Typing): Untuk mengetahui jenis
aglutinin serum prombandus sebagai konfirmasi cell grouping
C. Prinsip
Reaksi aglutinasi antara aglutinogen dalam
antisera yang diketahui jenisnya, jika bersesuaian maka akan terjadi aglutinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembagian golongan darah dari satu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah,
dan jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan
Rhesus (Faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen
selain antigen ABO dan Rhesus, hanya saja jarang dijumpai. Transfusi darah dari
golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis
yang berakibat Anemia Hemolisis, gagal ginjal, shok, dan kematian.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis
antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya sebagai berikut :
1.
Individu golongan darah A memiliki sel darah merah dengan
antigen A dipermukaan membran selnya akan menghasilkan antibodi terhadap
antigen B dalam serum darahnya. Sehingga orang dengan golongan darah A-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau
O-negatif.
2.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada
permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam
serumnya. Sehingga orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima
darah dari orang dengan golongan darah B-negatif atau O-negatif.
3.
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah
merah dengan antigen A danB. Serta tidak dapat menghasilkan antibodi etrhadap
antigen A danB. Sehingga orang dengan golongan darah AB-positif
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen tapi
memprodoksi antibodi terhadap antigen A dan B sehingga orang dengan golongan daarh O negatif dapat
mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal, namun orang
dengan golongan darah O negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O
negatif. (Denise M.
Harmening, 1994)
Pewarisan golongan darah :
1.
Orangtua O dan O maka anak kemungkinan O
2.
Orangtua O dan A maka anak kemungkinan O atau A
3.
Orangtua O dan B maka anak kemungkinan O atau B
4.
Orangtua O dan AB maka anak kemungkinan A atau B
5.
Orangtua A dan A maka anak kemungkinan O atau B
6.
Orangtua A dan B maka anak kemungkinan A,B,O atau AB
7.
Orangtua A dan AB maka anak kemungkinan A,B atau AB
8.
Orangtua B dan A maka anak kemungkinan O atau B
9.
Orangtua B dan B maka anak kemungkinan A,B atau AB
10.
Orangtua B dan AB maka anak kemungkinan A,B atau AB
(Sally V.Rudman, 1995)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
1.
Centrifuge
2.
Objek glass
3.
Pipet pengaduk
4.
Pipet tetes
5.
Tabung
6.
Rak tabung
B. Bahan
Suspensi sel 5% dan 10%
C. Reagen
1.
Antisera A berwarna biru atau hijau
2.
Antisera B berwarna kuning
3.
Antisera AB berwarna merah (kadang – kadang tidak
berwarna)
D. Prosedur Kerja
1.
Cara Slide
a.
Teteskan disebelah kiri kaca objek 1 tetes antisera A dan
sebelah kanan 1 tetes antisera B dan 1 tetes antisera AB
b.
Teteskan 1 tetes kecil suspensi sel 10% kepada masing –
masing antisera itu dan campur dengan ujung pipet pengaduk yang berlainan
c.
Goyang slide
d.
Perhatikan adanya aglutinasi dalam waktu 2 – 3 menit
dengan mata belaka
Hasil dibaca lagi setelaah
20 menit untuk mengamankam sub group yang lemah pada golongan darah A, jagalah
jangan sampai kering
2.
Cara Tabung
a.
Siapkan 2 tabung reaksi pendek dan rak, berilah tanda I
dan II
b.
Kedalam tabung I berilah 1 tetes antisera A dan tabung II
1 tetes antiseraB
c.
Masing – masing tabung tambahkan 1 tetes suspensi sel 5%
dan campurkan
d.
Centrifuge 1000 rpm selama 3 – 5 menit
e.
Amati adanya aglutinasi dengan jalan meresuspensikan
Pembacaan Hasil
Anti A
|
Anti B
|
Anti AB
|
Golongan darah
|
+
|
-
|
+
|
A
|
-
|
+
|
+
|
B
|
+
|
+
|
+
|
AB
|
-
|
-
|
-
|
O
|
3.
Reverse Grouping (BACK TYPING)
a.
Siapkan 2 tabung reaksi pendek dalam rak, beri tanda I
dan II
b.
Isilah masing-masing tabung dengan 2 tetes serum yang diperiksa
c.
Kedalam tabung I ditambahkan 1 tetes suspensi sel B 5%,
kedalam tabung II tambahkan 1 tetes suspensi sel A 5%
d.
Centrifuge pada 1000 rpm selama 3 - menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
Cara Slide
Probandus :
Nama : Sri Oktaviani
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Sebelum
:
|
Sesudah :
|
Keterangan :
1.
Antisera A +
suspensi sel 10% tidak terjadi aglutinasi
2.
Antisera B +
suspensi sel 10 % tidak terjadi aglutinasi
2.
Cara Tabung
a.
Probandus
Nama : Adrianus Ola Samon
Umur :
19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
b.
Hasil
Keterangan : I : antisera A +
suspensi sel 5%
II: antisera B + suspensi sel 5%
a.
Di centrifuge 1500 rpm selama 3 – 5 menit
b.
Setelah di centrifuge terjadi aglutinasi pada tabung II
3.
Reverse Grouping ( Back Typing)
a.
Probandus
Nama : Sadiah Fitri Djasin
Umur :
19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b.
Hasil
Keterangan : I : Sel B 5%
+ suspensi sel 5%
II: Sel A 5% + suspensi sel 5%
a.
Di centrifuge 1000 rpm selama 3 – 5 menit
b.
Setelah di centrifuge terjadi aglutinasi pada tabung II
B.
Pembahasan
Pada praktikum dengan menggunakan cara slide setelah masing
– masing antisera yaitu A dan B ditetesi dengan suspensi sel 10% dan
digoyangkan beberapa menit maka diperoleh hasil tidak terjadi aglutinasi, hal
ini terjadi karena eritrosit tidak mengandung aglutinogen A dan serum
mengandung aglutinin α dan β. Begitu pula dengan menggunakan metode tabung,
setelah ditambahkan suspensi sel 5%
dengan antisera A dan B lalu dicentrifuge dengan waktu dan kecepatan tertentu
terlihat pada tabung 2 terjadi aglutinasi, menandakan bahwa eritrosit
mengandung aglutinogen A dan dalam serum mengandung aglutinin β.
Pada
metode Reverse grouping, adanya aglutinasi menunjukkan hasil positif pada
golongan darah terbalik, pada hasil praktikum terjadi aglutinasi pada tabung 2
yaitu dengan penambahan sel A 5%, menunjukkan serum pemeriksaan mengandung
aglutinin α.
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari hasil pengamatan dapat
disimpulkan bahwa pada pemeriksaan metode cell grouping slide, pasien Sri Oktaviani
begolongan darah O, cell grouping metode tabung, Adrianus Ola Samon bergolongan
darah B dan metode reverse grouping tabung, Sadiah Fitri Djasin bergolongan
darah A.
B.
Saran
1.
Dalam melakukan pratikum hendaklah diperhatikan
kebersihan alat yang digunakan.
2.
Diharapkan praktikan dapat secara aktif mengikuti
praktikum yang dilakukan, sehingga pengetahuan dan keterampilan dalam praktikum
dapat dikuasai dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap tahun berjuta – juta kehidupan di dunia
diselamatkan oleh transfusi darah. Sebaliknya dibeberapa negara mengalami
keadaan yang berbeda dengan negara yang sudah majukarena banyak sekali
kehidupan yang tidak tertolong yang diakibatkan kurangnya jumlah pasokan darah
sebagai dampak pada kurangnya jumlah persediaan darah dan komponen darah yang
dibutuhkan oleh penderita pada keadaan tertentu. Contohnya pada ibu hamil
dengan komplikasi perdarahan, jiwanya tidak tertolong karena terlambatnya
mendapatkan transfusi darah yang diperlukan.( S. Julia dan Soemantri AG. 2007)
Selain pada orang dewasa transfusi darah juga
dibutuhkan pada penderita anak – anak yang mengalami bermacam – macam penyakit
seperti anemia, keganasan akibat penyakit darah yang mengancam hidupnya, korban
kecelakaan dan macsm – macam keadaan dengan berbagai sebab.
Setiap negara di dunia mempunyai kebutuhan yang sama
dalam beberapa hal :
1.
Persediaan darah dan produk darah
yang cukup untuk melayani penderita yang membutuhkan.
2.
Keamanan darah dan produk darah.
3.
Indikasi lengkap penggunaan darah
dan produk darah.
Penggantian
darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen
darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV.
Meskipun tranfusi darah penting untuk mengembalikan homeostasis, tranfusi darah
dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen
darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan
penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam
hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan
label darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah
yang inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan
pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan. Perawat
bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama tranfusi yang dilakukan.
Apabila klien sudah terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat insersi
untuk melihat tanda infeksi atau infilrasi.(Sally V. Rudman, 1995)
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apakah serum yang diperiksa menyebabkan
hemolisis pada sel-sel resipien atau donor.
2.
Untuk mengetahui titer Anti A dan B serum tinggi atau
rendah.
C. Prinsip
Apabila terjadi reaksi antigen antibody maka complement activating
site dari antibody tersebut dapat
bereaksi dengan complement sebagai akibat dari aktivitas complement tersebut akan terjadi antigen
antibody complement complex yang menyebabkan
kerusakan membrane sel eritrosit sehingga terjadi hemolisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Antigen
adalah zat yang dapat menimbulkan respon imun dan bereaksi dengan produk respon
imun. Antibody adalah hasil produksi respon imun yang akan bereaksi dengan
antigen tertentu. Antibody dibagi dalam 4 komponen utama, yaitu :
1. Albumin
2. Alpa
globulin
3. Beta
globulin
4. Gamma
globulin
Protein
yang mempunyai aktivitas antibody termasuk dalam fraksi gamma globulin atau
disebut immunoglobulin. Terdapat 5 kelas immunoglobulin : IgG, IgM, IgA, IgD
dan IgE. Kompleks antigen antibody mengaktifkan suatu rangkaian komponen yang
disebut komplemen, yang menuju pada lisisnya sel – sel darah merah atau
menyelubunginya dengan komponen C3. Komplemen adalah suatu protein yang ada
dalam serum manusia dan sering terlibat dalam reaksi – reaksi kelompok darah
dan kelainan imunologi. Aktivitas komplemen menurun pada penyimpanan dan rusak
dengan pemanasan serum pada suhu 560 C selama 30 menit.
Aktivitas
komplemen akan terjadi apabila kerusakan membran eritrosit sehingga terjadi
hemolisis atau pecahnya sel darah merah dengan keluarnya hemoglobin dari dalam
sel. Warna merah pada vcairan supernatan setelah di inkubasi, antara antibody
dengan sel darah merah merupakan tanda penting yang menyatakan bahwa lisis yang
terjadi in vitro dapat menyebabkan lisis intravascular in vivo.
Hemolisis adalah pecahnya membrane
eritrosit sehingga hemoglobin bebas kedalam medium sekelilingnya (plasma).
Kerusakan membran eritrosit disebabkan oleh antara lain penambahan larutan
hipotonis, hipertonis kedalam darah. Penurunan tekanan permukaan membrane
eritrosit, zat luntur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena
ketuaan, sirkulasi darah dan lain-lain.
Hemolisis yang diakibatkan oleh
antibody memerlukan aktivasi dari komplemen. untuk mengaktifkan komplemen
dibutuhkan ion calsium dan magnesium.(Phil leoreyd,
2003)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
1.
Centrifuge
2.
Pipet tetes
3.
Rak tabung
4.
Tabung reaksi
5.
Tabung centrifuge
6.
Tabung serologi
B. Bahan
1.
Serum golongan darah O
2.
Suspensi erytrosit A 5%
3.
Suspensi erytrosit B 5%
C. Prosedur kerja
1.
Serum yang diperiksa (segar) golongan darah O dimasukkan
kedalam tabung serologi yang bertanda A dan B masing – masing 2 tetes.
2.
Tabung A ditambah suspensi ery A 5% 1 tetes dan tabung B
ditambah suspense ery B 5% 1 tetes.
3.
Kedua tabung diinkubasi pada suhu 370 C selama
1 jam.
4.
Centrifuge pada 1000 rpm selama 3-5 menit.
5.
Dengan hati-hati ambil dan amati adanya hemolisis
diresuspensi.
D. Cara Pembacaan
1.
Non Hemolisis
: Sejumlah serum jernih yang warnanya tetap, eritrosit mengendap
didasar tabung.
2.
Hemolisis Sebagian :
Serum tampak kemerahan, ada endapan erytrosit didasar tabung.
3.
Hemolisis Complit :
Serum berwarna merah jernih dan tidak ada endapan erytrosit didasar tabung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Probandus :
Nama : Dorothea m. Niron
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Keterangan
gambar :
Tabung 1 : Terjadi hemolisis komplit (2 Tetes serum golongan
darah O dan 1 tetes suspense ery A 5%)
Tabung 2 : Terjadi hemolisis sebagian (2 Tetes serum golongan
darah O dan 1 tetes suspense ery B 5%)
B.
Pembahasan
Pada praktikum test hemolisin dimana
test ini berfungsi untuk mengetahui apakah serum yang diperiksa menyebabkan
hemolisis pada sel-sel donor atau tidak.
Dan hasil yang didapat
yaitu pada tabung 1 didapatkan hasil hemolisis komplit
yaitu serum berwarna
merah jernih dan tidak ada endapan eritrosit di dasar tabung dan tabung 2 hemolisis sebagian ditandai dengan serum tampak kemerahan, ada
endapan eritrosit pada dasar tabung.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Serum pendonor
yang diperiksa mengalami
hemolisis komplit pada Suspensi Ery A, oleh
karena itu pendonor bisa melakukan transfusi darah.
B. Saran
Dalam
mengerjakan sampel harus secara hati – hati baik dalam proses pembuatan
suspensi sel, serum, proses sentrifugasi dan pemipetan karena bisa berpengaruh
terhadap hasil.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kira -kira 85 % orang kulit putih
mempunyai rhesus positif dan 15 % rhesus negative. Hemolisis biasanya terjadi
bila ibu mempunyai rhesus negative dan janin rhesus positif bila sel darah
janin masuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsang oleh antigen Rh
sehingga membentuk antibody terhadap Rh. Zat antibody ini dapat melalui
plasenta dan masuk ke dalam peredaran darah janin dan selanjutnya menyebabakan
penghancuran sel darah merah janin (hemolisis). Bila ibu sebelum mengandung
anak pertama pernah mendapat transfusi darah yang inkompatilibel atau ibu
mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai rhesus positif, pengaruh
kelainan inkompatilibitas rhesus ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan
kemudian.(AG
Sumantri, 2007)
Setiap orang memiliki jenis darah
sendiri-sendiri yang lebih dikenal dengan golongan darah. Ada empat golongan
darah yaitu A, B, atau O. Keempat golongan darah itu memiliki turunan jenis
darah yang disebut rhesus atau Rh yang terdiri dari Rh positif dan Rh negatif.
Status Rh ini menggambarkan adanya partikel protein di dalam sel darah
seseorang. (AG
Sumantri, 2007)
B. Tujuan
Untuk mengetahui
antigen D dalam sel darah.
C. Prinsip
Reaksi aglutinasi antara antigen D dalam sel dengan
antigen dalam modified.
Suhu optimal untuk reaksinya 37 0C
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagi yang ber-Rh negatif berarti
ia kekurangan faktor protein dalam sel darah merahnya. Sedangkan yang ber-Rh
positif memiliki protein yang cukup. Jenis darah diturunkan oleh kedua orang tua
kepada anaknya. Calon ibu yang ber-Rh positif, atau bersama-sama ayah ber-Rh
negatif, bayi yang dikandung ibu pun memiliki Rh yang sama. Masalah akan muncul
bila calon ibu misalnya memiliki Rh negatif, sedangkan Rh ayah positif.
Ketidaksamaan ini bisa menjadi cikal bakal ketidakcocokan Rh yang sangat
berbahaya bagi bayi. Kemungkinan besar bayi akan terkena penyakit Rh atau
Hemolitik bila ibu mempunyai Rh negatif dan ayah positif, kehamilan dan janin
dalam kandungan bisa dihadang masalah. Kehadiran janin sendiri di tubuh ibu
merupakan benda asing, apalagi jika Rh janin tak sama dengan Rh ibu. Secara
alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah (eristrosit) membentuk
daya tahan atau antibodi berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu
sekaligus melawan ‘benda asing’ tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada
janin yang dikandung. (AG Sumantri, 2007)
Zat anti-Rh yang beredar dalam
darah ibu akan melintasi plasenta dan menyerang sel darah merah janin yang
disebut red cellalloimunization (RCA). Setelah masuk ke dalam peredaran darah janin,
zat tersebut akan ‘membungkus’ sel-sel darah merah janin. Sel-sel yang
terbungkus (coated cells) akan pecah (hemolisis) di dalam organ limpa janin.
Salah satu hasil hemolisis ini adalah pigmen kuning yang disebut bilirubin.
Pigmen ini bersifat racun bila tertimbun di dalam tubuh, dan akan membuat bayi
berwarna kuning saat dilahirkan. (AG Sumantri, 2007)
Selain itu, banyaknya sel darah
merah bayi yang rusak dapat membuat bayi mengalami anemia. Semakin banyak zat
anti-Rh masuk ke dalam tubuh janin, semakin parahlah kondisi janin. Proses RCA
ini, lanjut Judi, juga dapat mengakibatkan keguguran dan hamil di luar
kandungan (kehamilan ektopik). Karena itu, “Mintalah dokter kandungan untuk
melakukan tes Rh selama kehamilan. Agar ibu cepat mengetahui apakah darahnya
mengandung Rh negatif atau tidak.” (AG Sumantri, 2007)
Tes Rh juga dapat dilakukan untuk
melihat apakah ibu telah memiliki zat anti-Rh sebelumnya. Bila memang ada zat
anti-Rh dalam tubuh ibu hamil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan jenis darah
janin melalui pengambilan cairan ketuban (amniosentesis). Dapat juga melalui
pengambilan cairan dari tulang belakang Chorionic Villi Sampling (CVS), dan
pengambilan contoh darah dari tali pusat janin (kordosentesis).(Blackwell
Science, 1997)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
1.
Centrifuge
2.
Lidi pengaduk
3.
Objek gelas
4.
Pipet tetes
5.
Rak tabung
6.
Tabung reaksi
7.
Rak tabung
B.
Bahan
Suspensi
C. Reagen
1. Anti D modiefiet
2. Bovin albumin 22%
D.
Prosedur kerja:
Teknik Slide Test
1.
Ambil sebuah objek gelass
2.
Teteskan satu tetes anti D modifiet pada bagian kiri dan
2 tetes bofin albumin 22% di
sebelah kanan.
3.
Masing –masing
tetesan reagen tersebut di tambahkan 1 tetes sel yang di periksa dalam suspensi
25%
4.
Aduk dengan lidi
pengaduk.
5.
Baca hasilnya 2-3 menit bila terjadi aglutinasi
Teknik Tube Test
1. Siap 2 buah
tabung
2. Tabung 1 di isi 1
tetest anti D sedangkan tabung 2 di isi 1 tetest bofin albumin
3. Pada masing– masing
tabung ditambah 1 tetes suspensi sell 25%, homogenkan
4. Inkubasi pada suhu 370
C selama 1 jam ,baca hasil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Metode slide
Probandus :
Nama : Roberto Djemu
Umur : 20 tahunn
Hasil :
1
2 1
2
Keterangan :
1.
Suspensi 25% +
anti D 1. Ada aglutinasi
2.
Suspensi 25% + bofin 2. Tidak ada aglutinasi
B. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan rhesus untuk
mengetahui ada tidaknya antigen D dalam
sel darah. Pemeeriksaan ini dapat dilakukan dengan teknik slide dan
tabung.praktikumnya hanya dilakukan test slide saja. Slide yang telah ditetes
dengan reagen antigen -D dan bofin albumin 25% terbentuk aglutinasi. Pada anti
D + suspensi sel 25, bovin albumin
berguna sebagai kontrol negatif. Hasil yang diperoleh sampel tersebut rhesus
positif terbentuk aglutinasi.
Sistem Rhesus merupakan
suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak pedebatan baik mengenai aspek
genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh
positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang
Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen
pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan
merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO
sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A atau B akan mempunyai
antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan
antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau
kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila
dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya.
Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+)
satu kali saja sebanyak 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai
golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif
(anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama. Anti D merupakan antibodi imun tipe
IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7
detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh,
seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat
melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat
menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir
adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D
atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu
komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap
eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin.
Penyebab hemolisis tersering pada neonatus
adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin.
Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan
diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin
yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops
fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan
dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941)
menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor
janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963) meneliti
tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. (Blackwell
Science, 1997)
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari hasil praktikum sampel yang diperiksa
mengandung antigen D (rhesus positif).
B.
Saran
Dalam praktikum hendaknya diperhatikan kebersihan, perlakuan
harus sesuai dengan prosedur kerja yang ada, dan juga harus lebih berhati-hati
dalam bekerja.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara teknik pemeriksaan
immunologik merupakan tes-tes serologik dimana hasilnya ditentukan oleh
sifat-sifat fundamental dari reaksi antigen dengan antibodinya yang sesuai.
Secara in vitro jenis reaksi antigen antibody dapat dilihat melalui reaksi:
presipitasi, aglutinasi, flokulasi, fiksasi komplemen ELISA (enzymelinked
immune sorbent assay) dan RIA (Radio immune assay). (Pusat
pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Semua jenis reaksi ini
dapat digunakan untuk menentukan adanya antigen atau antibodi dalam suatu
preparat yang tidak dikenal dengan menggunakan reagensia yang sesuai. Landasan
teori antigen antibodi adalah antigen didalam tubuh dapat dikenal sebagai bahan
asing dan bersifat merangsang sistem immunologik untuk mengadakan respon
immunologik dengan membentuk antibodi. Antibodi ini bersifat spesifik artinya
hanya dapat beraksi dengan antigen yang merangsang pembentukannya.
(Pusat pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Dalam pemeriksaan Direct
Coombs ini lebih mengarah pada antibody incomplete yang melekat pada sel darah
merah.
B. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui adanya
antibodi incomplete yang melekat (coated) pada sel darah merah secara in vivo.
C. Prinsip Pemeriiksaan
Bila terdapat anti zat spesifik yang melekat pada
eritrosit secara in vivo, maka eritrosit aglutinasi bila dicampur dengan coombs
serum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan Coombs untuk mencari
adanya antiglobulin. Jika semacam antizat melekat pada eritrosit yang
mengandung antigen, maka anti zat yang spesifik terhadap antigen itu mungkin
menyebabkan eritrosit menggumpal. Beberapa jenis anti zat dalam konsentrasi
tinggi tidak menyebabkan aglutinasi dalam lingkungan saline (larutan garam)
anti zat ini bernama anti zat penghalang (blocking antibodies) atau anti zat
tak lengkap (incompleted) (Pusat pendidikan tenaga
kesehatan, 1989)
Uji antiglobulin
langsung (juga disebut menguji Coombs
atau DAT) adalah yang Tes yang
penting untuk diketahui. Umumnya digunakan
dalam satu lingkungan tertentu, bila
Anda memiliki pasien dengan anemia hemolitik (satu di mana sel-sel merah yang
semakin rusak terbuka) dan jika ingin tahu apakah hemolisis adalah kekebalan
terkait atau tidak. Seperti yang dijelaskan di bawah ini, DAT positif dalam
anemia hemolitik kekebalan tubuh dan negatif dalam anemi hemolitik yang tidak
kebal. Poin seluruh DAT adalah untuk mengetahui apakah ada antibodi atau
pelengkap terikat pada permukaan sel darah merah pasien. Dalam anemia hemolitik
kekebalan tubuh, pasien mungkin memiliki antibodi, atau pelengkap, atau keduanya
terikat pada sel-sel merah nya. Karena tidak dapat melihat antibodi atau
pelengkap di bawah mikroskop. Sejumlah
kecil yang disebut pereaksi pereaksi Coombs atau globulin anti-human (AHG)
ditambahkan ke dalam darah pasien dalam tabung reaksi. Reagen ini (digambarkan
sebagai antibodi biru pada diagram di atas) terdiri dari antibodi diarahkan
terhadap antibodi manusia. Antibodi ini diaktifkan dengan menyuntikkan antibodi
manusia ke hewan lain (kelinci, atau mouse, atau non-manusia), dan kemudian
mengumpulkan antibodi anti-manusia-antibodi hewan membuat (hewan melihat
antibodi manusia sebagai benda asing , dan membuat antibodi sendiri terhadap
mereka) juga menambahkan beberapa antibodi yang diarahkan terhadap pelengkap
sampel darah pasien. (Pusat pendidikan tenaga
kesehatan, 1989)
Hal yang
penting tentang Coombs 'reagen adalah
bahwa jika sel darah merah pasien yang dilapisi dengan IgG, Coombs' mengikat
pereaksi untuk ini IgG pada sel darah
merah, menjembatani kesenjangan antara sel-sel merah yang berdekatan, dan
menyebabkan sel-sel darah merah untuk menggumpal. Penggumpalan dapat dilihat
dengan mata telanjang. Prinsip yang sama bekerja untuk melengkapi
anti-antibodi, jika ada melengkapi terikat pada sel darah merah,
anti-melengkapi antibodi akan mengikat untuk itu, dan sel-sel merah akan
mengumpul. (Pusat pendidikan tenaga kesehatan,
1989)
Direct Coombs Test
ini, bertujuan mencari antibody yang melekat pada eritrosit pasien itu sendiri.
Sehingga eritrosit penderita ini sudah dilapisi antibody. Eritosit ini bila
dicampur dengan coombs akan menghasilkan aglutinasi.
Indikasi untuk
melakukan percobaan ini ialah anemia hemolitik, icterus neonatorum dan
terjadinya reaksi transfusi. Eritrosit yang dites terlebih dahulu dicuci dan
kemudian dicampur dengan serum coombs.
Bila terjadi
aglutinasi sel darah merah dinyakan sebagai hasil poisitif, pada DCT (Direct
Coombs Test) diindikasikan adanya sensitasi human IgG atau komplemen pada sel
darah merah. Nilai positif DCT yang
mengarah kemungkinan adanya antibodi yang mempunyai arti klinis, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. (Pusat
pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Hasil DCT positif
dapat mengakibatkan daya hidup sel darah merah memendek, atau tidak, mungkin
diakibatkan sebagai berikut:
1. Adanya autoantibody
pada antigen sel darah merah.
2. Alloantibodi pada
sirkulasi resipien yang bereaksi pada sel darah merah donor.
3. Alloantibodi pada
plasma donor yang akan bereaksi dengan sel darah merah pasien.
4. Alloantibodi dalam
sirkulasi ibu yang melewati placenta dan berikatan dengan sel darah merah
janin.
5. Antibody yang
langsung melawan obat-obat seperti penicillin, cephalosporin, alfa metildopa.
6. Pasien dengan
hipergamaglubolinemia atau mendapatkan gammaglobulin intravena.
7. Ikatan komplemen
pada sel darah merah akibat aktivasi komplemen oleh alloantibody, autoantibody,
obat, atau infeksi bakteri.
Bila tidak terjadi
aglutinasi berarti hasil negatif, diindikasikan tidak adanya human IgG atau
komplemen-komplemen pada sel darah merah. (S. Julia dan Soemanri AG.2007)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan :
1.
Alat:
a. Blue
tip dan yellow tip
b. Centrifuge
c.
Cup serum
d.
Mikopipet
e.
mikroskop
f.
Objek glass
h. Tabung
serolgi
i. Tabung
sentrifuge
j. Rak
Tabung
2. Bahan:
a. Serum Pasien
b. Suspensi Sel 5
%
c. Saline ( NaCl
0,9 % )
B. Prosedur Kerja :
1.
Siapkan dua buah tabung (tabung I dan tabng II), lalu
diisi masing-masing tabung dengan 1 tetes suspense sel 5 %
2.
Cuci 3-4 kali dengan saline
3.
Pada sediaan sel, tabung I ditambahkan 1 tetes combs
serum dan tabumg II ditambahkan saline.
4.
Putar 1000 rpm /1 menit atau 3000 rpm /15 detik
5.
Baca hasil secara mikroskopik mengunakan slide.
+ = aglutinasi - = tidak ada aglutinasi.
C.
Hasil Pembacaan :
Tabung I
|
Tabung II
|
Keterangan
|
+
|
-
|
Ada
antibody yang coatd sel
|
-
|
-
|
Tidak
ada antibody yang coated sel.
|
Pada hasil yang negative,
tabaka 1 tetes coombs control cell (CCC) dan diputar dalam 1000 rpm/1 menit :
|
Tabung I
|
Tabung
II
|
CCC
|
+
|
_
|
CCC berguna untuk mengecek
kualitas Coombs Serum Anti Human Globulin).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Probandus
Nama
Pasien : Maria Mety Tukan
Umur
: 19
Tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Golongan
Darah : O
|
B.
Hasil Pengamatan
Keterangan :
Tabung
I
|
Tabung
II
|
Suspensi
Sel 5 % 1 tetes + 1 tetes coombs serum
terjadi
Aglutinasi (+)
|
Suspensi
Sel 5 % 1 tetes + 1 tetes saline terjadi Aglutinasi (+)
|
Dilakukan pengamatan
secara mikroskopis :
Slide I
Slide II
(+) Ada Aglutinasi (+)
Ada Aglutinasi
C. Pembahasan
Pada praktikum Teknik direct Coombs test, setelah kedua
tabung dimasukan suspensi 5 % dan cooms
serum juga saline, terjadi aglutinasi. Karena percobaan yang dilakukan hasilnya
postif maka tidak dilanjutkan, apabila
hasil percobaan coombs serum ini negative dapat dilanjutkan dengan menambahkan
1 tetes Coombs Control Cell yang bertujuan untuk mengecek kualitas Coombs Serum
(anti human globulin)
Bila terjadi aglutinasi sel darah merah dinyakan sebagai
hasil positif, pada DCT (Direct Coombs Test) diindikasikan adanya sensitasi
human IgG atau komplemen pada sel darah merah. Nilai positif DCT yang mengarah kemungkinan adanya antibodi
yang mempunyai arti klinis, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
pemeriksaan DCT (Direct Coombs Serum) pasien diatas ditemukan adanya Antibodi
spesifik yang melekat pada eritrosit atau dikatakan terjadi sensitasi human IgG
(ditandai dengan terjadi aglutinasi (+).
B. Saran
1.
Dalam melakukan pencucian sel darah merah harus
benar-benar bersih karena mempenaruhi hasil dapat terjadi netralisasi serum
dengan sisa globin.
2.
Dalam praktikum harus memperhatikan waktu inkubasi, suhu
yang diminta, karena dapat mempengaruhi hasil menjadi false negative.
3.
Sentrifuge yang berlebihan tidak boleh dilakukan karena
dapat menyebabkan hasilnya menjadi false positif.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara
teknik pemeriksaan immunologik merupakan tes-tes serologik dimana hasilnya
ditentukan oleh sifat-sifat fundamental dari reaksi antigen dengan antibodinya
yang sesuai. Secara in vitro jenis reaksi antigen antibody dapat dilihat
melalui reaksi: presipitasi, aglutinasi, flokulasi, fiksasi komplemen ELISA
(enzymelinked immune sorbent assay) dan RIA (Radio immune assay).
Semua
jenis reaksi ini dapat digunakan untuk menentukan adanya antigen atau antibodi
dalam suatu preparat yang tidak dikenal dengan menggunakan reagensia yang
sesuai. Landasan teori antigen antibodi adalah antigen didalam tubuh dapat
dikenal sebagai bahan asing dan bersifat merangsang sistem immunologik untuk
mengadakan respon immunologik dengan membentuk antibodi. Antibodi ini bersifat
spesifik artinya hanya dapat beraksi dengan antigen yang merangsang
pembentukannya.(Pusat pendidikan tenaga kesehatan,
1989)
B.
Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui adanya antibodi incomplete yang
melekat (coated) pada sel darah merah secara in vitro.
C. Prinsip Pemeriiksaan
Reaksi aglutinasi anibody incomplete dalam serum
probandus dengan sel segolongan atau sel O panel setelah penambahan Coombs
serum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uji
Coombs langsung menemukan antibodi tertentu yang di bagian cair dari darah
(serum). Antibodi ini dapat menyerang sel-sel darah merah tetapi tidak melekat
pada sel-sel darah merah. Sedagkan pada Test Coombs tidak langsung biasanya
dilakukan untuk menemukan antibodi dalam donor darah penerima atau sebelum
transfuse, uji silang serasi, skrining
dan identifikasi antibody, mendeteksi fenotip sel darah merah. Dalam percobaan
ini berusaha untuk mencari anti zat tak lengkap dalam serum. Terlebih dahulu
dilakukan pelapisan eritrosit - eritrosit normal bergolongan O (atau erirtosit
yang sesuai dengan golongan yang diperiksa) dengan serum yang diketahui atau
tersangka mengandung anti zat penghalang, langkah selanjutnya yaitu menentukan
adanya zat penghalang, maka anti human imunoglobulin akan mengikat antibodi
yang sudah melekat pada eritrosit donor sehingga terjadi ikatan silang yang
ekstensif sehingga memungkinkan terjadinya aglutinasi. .(Pusat
pendidikan tenaga kesehatan, 1989)
Singkatnya
indirect test ini merupakan test terhadap darah untuk mencegah terjadinya
ketidakcocokan golongan darah dalam transfusi, dimana eritosit donor dicampur
kedalam resipien yang sudah mengandung antibody terhadap antigenic determinan
dari eritrosit.
Hasil
tes negatif berarti bahwa darah Anda kompatibel dengan darah anda untuk
menerima dengan transfusi. Sebuah hasil tes positif berarti bahwa darah tidak
sesuai dengan darah donor dan tidak
dapat menerima darah dari pendonor. Jika uji titer antibodi Rh positif pada
wanita yang sedang hamil atau berencana untuk hamil, itu berarti bahwa telah
ada antibodi terhadap darah Rh-positif (Rh sensitisasi). Maka akan diuji di awal kehamilan untuk memeriksa
jenis darah bayinya. Jika bayi memiliki darah Rh-positif, ibu akan diawasi
dengan ketat sepanjang kehamilan untuk mencegah masalah pada sel merah darah
bayi. Jika sensitisasi tidak terjadi, itu
dapat dicegah dengan suntikan imunoglobulin Rh.(S.Julia
dan Soemantri AG. 2007)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan :
1.
Alat:
a. Blue tip dan yellow tip
b.
Centrifuge
c.
Cup serum
d.
Mikropipet
e. Mikroskop
f. Objek glass
g. Pipet tetes
h. Tabung serolgi
i. Tabung
sentrifuge
j. Rak
Tabung
2. Bahan:
a. Serum Pasien
b. Suspensi Sel O
5 %
c. Saline
d. Bovin Albumin
22 %
e. Coombs Serum
B. Prosedur Kerja :
1.
Isi 2 tetes serum yang akan diperiksa pada tabung.
2.
Tambahkan 1 tetes sel yang segolongsn atau sel O panel
suspense 5 % dan inkubasi pada suhu 37o C selama 60 menit
3.
Jika di bubuhi 2 tetes Bovin albumin 22 % dan diinkubasi
boleh diperpendek menjadi 15 menit, kemudian diiringi pemutaran 1000 rpm / 1
menit
4.
Lalu dibaca. Bila hasil negatif maka sel akan dicuci 3-4
kali dengan saline, pada pencucian terakhir saline dibuang sebanyak-banaknya,
untuk mencegah terjadinya pengenceran coombs serum.
5.
Pada sedimen sel tambahkan 2 tetes coombs serum dan
diputar 1000 rpm/1
Menit
6.
Baca hasilnya secara mikroskopis.
Bila serum aglutinasi,
berarti serum yang dipakai mengandung Antibodi incomplete.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Probadus :
Nama
Pasien : Maria Mety Tukan
Umur
: 19
Tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Golongan
Darah : O
|
B. Hasil Pengamatan :
1.
ü
2 tetes serum + Suspensi
sel O 5 %
2.
ü
Tambahkan 2 tetes coombc serum
ü
Inkubasi diperpendek 15 menit
ü
Tidak terjadi aglutinasi ( - )
3.
ü
Dicuci dengan saline 3-4 kali
ü
Tambahkan Coomb Serum
Dilakukan pengamatan
secara mikroskopis :
C. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan indirect coombs test ini, tidak
ditemukan adanya antibody incomplete yang meekat (Coated) pada sel darah erah
pasien . Hal ini dibuktikan pada saaat penambahan serum dan suspense hasil yang
diperoleh negative, kemudian dicuci dengan saline sebanyak 3 hingga 4 kali dan
diamati dibawah mikroskop, tidak timbul aglutinasi (-) .
Tes ICT ( Indirect Coombs Test) untuk mecegah terjadinya
ketidakcocokan golongan darah dalam transfusi, dimana eritrosit donor dicampur
ke dalam darah resipien yang sudah mengandung antibody terhadap antigenik
determinan dari eritrosit. Hasil tes negatif berarti bahwa darah pasien
kompatibel dengan darah anda untuk menerima dengan transfusi.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam pemeriksaan ICT
(indirect Coombs Serum) pasien diatas tidak ditemukan Antibodi incomplete yang
melekat (coated) dalam sel darah merah). Hal ini berarti serum ditransfuskikan
pasien aman untuk di transfusikan.
B. Saran
1.
Dalam melakukan pencucian sel darah merah harus
benar-benar bersih karena mempenaruhi hasil dapat terjadi netralisasi serum
dengan sisa globin.
2.
Dalam praktikum harus memperhatikan waktu inkubasi, suhu
yang diminta, karena dapat mempengaruhi hasil menjadi false negative.
3.
Sentrifuge yang berlebihan tidak boleh dilakukan karena
dapat menyebabkan hasilnya menjadi false positif.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tentu
sebagian dari kita sudah mengetahui tentang apa itu reaksi silang atau crossmatch,
dan saya yakin banyak di antara kita sudah lupa atau bahkan malah belum pernah
mendengar tentangnya. Maka tidak ada salahnya kita sedikit membaca lagi tentang
apa itu reaksi silang secara umum.
Reaksi
silang adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari pendonor
cocok dengan penerima (resipien) sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi
transfusi hemolitik. Selain itu juga untuk konfirmasi golongan darah.
Akhir-akhir
ini banyak dijumpai tuntutan dari masyarakat pemakai produk-produk darah /
rumah sakit yang diperoleh dari UTD PMI karena reaksi transfusi yang berakibat
serius (gagal ginjal) maupun fatal/kematian.
Adapun reaksi transfusi yang terjadi tersebut disebabkan oleh pemberian
darah yang tidak kompatibel / cocok dengan penerima, untuk meminimalisir
terjadinya reaksi transfusi maka suatu keharusan untuk dilakukan tes uji silang
cocok serasi (crossmatch) yang merupakan pintu gerbang terakhir untuk mengetahui
apakah darah donor yang akan ditransfusikan kepada penderita/pasien kompatibel
sehingga crossmatch adalah indikator terakhir untuk memutuskan apakah produk
darah boleh diberikan ditransfusikan ke penerima. Meskipun telah dilakukan tes
crossmatch dengan benar, tetap masih ada kemungkinan terjadinya reaksi
transfusi, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain :
1. Kurang sensitifnya
metode pemeriksaan yang digunakan faktor human error
2. Reaksi transfuse
yang tertunda (delayed transfusion reaction)
B. Tujuan
Untuk mengetahui reaksi aglutinasi dan hemolitik antara
darah donor dan resipien
C. Prinsip
1.
Mayor
Reaksi antara sel dengan serum pasien bila
terjadi aglutinasi maka darah atau
eritrosit donor tidak dapat di transfusikan
2.
Minor
Reaksi antara sel resipien
dan serum donor bila terjadi aglutinasi/haemolisis maka darah atau plasma donor
tidak dapat ditransfusikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan uji silang
serasi lebih dikenal dengan cross matching merupakan langkah akhir yang penting
untuk menetapkan kecocokan antara darah donor dan resipien.(Pusat
pendidikan tenagga kesehatan, 1989)
Sebelum dilakukan
transfusi perlu dilakukan pemeriksaan :
1.
Golongan darah dan rhesus
2.
Uji silang serasi
Tujuan dari uji silang
serasi adalah untuk menjamin sel darah merah yang ditranfusikan kompatibel
dengan plasma resipien serta menghindari terbentuknya antibody baru dalam tubuh
darah resipien khususnya anti Rh-D. (Belajar Antibodi
Pengujian: Versi The jurang dalam dan jurang dalam Langsung)
Fungsi uji silang serasi
mengetahui ada atau tidaknya reaksi antara darah donor dan pasien sehingga
menjamin kococokan darah yang ditransfusikan kepasien, mendeteksi antibody yang
tidak diharapkan dalam serum pasien yang dapat mengurangi umur hidup eritrosit
donor/ menghancurkan eritrosit donor dan cek akhir kecocokan golongan darah
ABO. (Belajar Antibodi Pengujian: Versi The jurang dalam dan
jurang dalam Langsung)
Melihat urgensinya
permintaan darah bagi seorang pasien maka cross match dibagi 3 kategori yaitu :
1.
Cross match rutin
2.
Cross match emergency
3.
Cross match pra operasi
Dalam pemeriksaan cross
match perlu diperhatikan sebagai barikut :
1.
Periksa golongan darah ABO dan Rh pasien
2.
Periksa ulang golongan darah ABO dan Rh dengan benar
3.
Apabila semua golongan ABO dan Rh antara pasien dan
donor sama baru dilakukan uji silang
serasi.
Medium yang dugunakan
adalah saline, bovine, dan coombs
Pada saat ini, sebagian UTD PMI dalam melakukan
uji silang cocok serasi / crossmatch, menggunakan teknik metode tabung / metode
konvensional yang memiliki beberapa keterbatasan, antara lain : Perlu waktu
lama ( time consuming ) Hasil sangat subyektif ( tergantung ketrampilan petugas
). Hasil reaksi tidak stabil sehingga pembacaan reaksi harus segera dilakukan
setelahpemutaran karena penundaan pembacaan reaksi dapat mengakibatkan
penurunan derajad reaksi, hal ini merupakan penyebab reaksi “false negative”
yang berbahaya. http://www.pathologystudent.com/?p=1003.
Harus melakukan pencucian
sel 3 kali , yang paling vital adalah pencucian sel 3 kali sebelum penambahan
Coombs serum, karena jika tahap pencucian 3 kali tidak sempurna atau dikurangi,
maka dapat menyebabkan terjadinya reaksi false negatif, karena Coombs dapat
dinetralkan oleh serum atau plasma dari sample. Sehingga darah yang seharusnya
tidak boleh diberikan kepada penderita, dapat lolos karena reaksi false negatif
tersebut dimana hal ini sangat membahayakan penerima darah
Hasil pembacaan reaksi negatif masih harus dikonfirmasi dengan penambahan Coombs Control Cells ( CCC ) untuk meyakinkan apakah proses pencucian sel sebelum penambahan Coombs serum sudah sempurna. Pembacaan reaksi memerlukan mikroskop. Hasil reaksi secara visual tidak dapat didokumentasikan, dokumentasi hanya berupa laporan kerja.(Transfusion Medicine, 2000)
Hasil pembacaan reaksi negatif masih harus dikonfirmasi dengan penambahan Coombs Control Cells ( CCC ) untuk meyakinkan apakah proses pencucian sel sebelum penambahan Coombs serum sudah sempurna. Pembacaan reaksi memerlukan mikroskop. Hasil reaksi secara visual tidak dapat didokumentasikan, dokumentasi hanya berupa laporan kerja.(Transfusion Medicine, 2000)
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
1.
Centrifuge dan tabung centrifuge
2.
Mikropipet
3.
Rak tabung
4.
Tabung serologi
5.
Yellow and blue tip
B. Bahan
1.
Saline
2.
Bovin albumin
3.
Coombs
4.
Serum pasien dan donor
5.
Suspense sel pasien dan donor 5 %
C. Prosedur kerja
1.
Teknik Cross Matching Rutin
a.
Sediakan 2 tabung
Tabung I : 2 tetes serum orang sakit + 1 tetes sel
donor 5 %
Tabung II : 2 tetes serum donor + 1 tetes sel
orang sakit 5 %
b.
Kedua tabung dikocok-kocok lalu diputar 1000 rpm/menit
atau 3000 rpm/15 detik
Baca reaksi terhadap haemolisis /aglutinasi
Hasil : Bila hemolisis dan aglutinasi (+), tidak
cocok
Bila
hemolisis dan aglutinasi (-), dilanjutkan fase III
c.
Kedua tabung ditambahkan 2 tetes bovin albumin 22 % lalu
diinkubasi dalam waterbath suhu 370C selama 15 menit lalu kedua tabung diputar
1000 rpm/1 menit.
Baca reaksinya terhadap hemolisis/aglitinasi.
Bila haemolisis dan aglutinasi (+), tidak cocok
Bila haemolisis dan aglutinasi (-), dilanjutkan
fase IV
d.
Cuci selnya 3-4 kali dengan saline (bila diperlukan),
supernatannya ditest dengan asam sulfosalicyl 20 %
e.
Tambahkan pada sediment masing-masing 2 tetes coombs
serum. Disentrifuge 1000 rpm/1 detik.
Baca reaksinya antara hemolisis dan aglutinasi
secara mikroskopis.
Hasil : Aglutinasi (+) : tidak cocok
Aglutinasi (-)
: cocok
2.
Teknik Cross matching
Emergency (Untuk Keadaan Darurat)
Sediakan 4 tabung
a.
Mayor Test
Tabung I :
2 tetes serum OS + 1 tetes sel donor + 2 tetes bovin albumin 22 %
Tabung II : 2 tetes serum OS + 1 tetes
sel donor 5 %
b.
Minor Test
Tabung III : 2 tetes serum donor + 1 tetes serum OS 5 % + 2 tetes bovin albumin
22 %
Tabung IV : 2 tetes serum donor + 1 tetes sel OS 5 %
1.
Tabung dikocok-kocok kemudian tabung II dan IV diputar
1000 rpm/1 menit dan tabung I dan III diinkubasi 370C selama 15 menit
2.
Baca tabung I dan IV terhadap hemolisis dan aglutinasi
secara makroskopis dan mikroskopis
Pembacaan hasil :
a.
Bila tidak ada hemolisis dan aglutinasi, 2 darah cocok
dan darah donor boleh dikirim ke RS
b.
Bila tidak ada hemolisis dan aglutinasi, 2 darah tidak
cocok
c.
Tabung I dan III sesudah diinkubasi dengan suhu 370C
-
Putar 1000 rpm/1 menit, baca hasilnya. Bila (-) cuci
dengan saline 3-4 kali
-
Putar masing-masing sel tambah 2 tetes coombs,lalu kocok
-
Putar 1000 rpm/1 menit baca reaksinya (macros dan mikros)
Jika hasil coombs test (+)
segera beritahukan bahwa darah tersebut tidak dapat dipakai.
Penjelasan : Dalam cross match emergency darah yang
dikirim ke RS jika dalam fase 1 (medium saline) hasil negative pada hemolisis maupun aglutinasi . penjelasan dari fase III
dan tabung I dan III harus dilanjutkan.
3.
Teknik Cross match
persiapan Operasi
Tujuan : Untuk mengetahui
cocok tidaknya darah donor dengan darah pasien sehingga darah bermanfaat bagi
resipien.
Prinsip : Reaksi silang
invitro dengan sel donor dengan serum resipien atau sebaliknya. Jika terjadi
aglutinasi maka darah donor tidak cocok. Jika terjadi aglutinasi darah donor
dapat ditransfusikan.
Cara Kerja :
a.
Sediakan 2 tabung
b.
Isikan pada
Tabung I mayor cross match :
-
2 tetes serum orang sakit
-
1 tetes sel donor 5 %
Tabung II minor cross match :
-
2 tetes serum donor
-
1 tetes sel OS 5 %
c.
Kedua tabung dikocok, biarkan pada suhu kamar selama 60
menit dan dibaca reaksinya pada hemolisis dan aglutinasi, bila (-) teruskan
d.
Kedua tabung diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit,
bila (-) lanjutkan
e.
Sediment sel dicuci pada masing-masing tabung dengan
saline 3-4 kali
f.
Pada sediment sel donor masing-masing tabung ditambahkan
2 tetes coombs serum
g.
Putar 1000 rpm/1 menit atau 3000 rpm/15 detik
h.
Baca hasilnya secara mikroskopis dan makroskopis
Hasil :
Aglutinasi (+) :
tidak cocok
Aglutinasi (-) :
cocok
Pada teknik ini dilakukan bila permintaan darah
diajukan 2-3 hari sebelum operasi dijalankan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Probandus :
Teknik
Crossmatch Rutin
|
Nama : Sri Oktaviani
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Gol.darah : O
Sampel : Orang sakit
|
|
Nama : Roberto H.G. Jemu
Umur : 20
tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Gol.darah : O
Sampel : Donor
|
Teknik
Crossmatch Emergency
|
Nama : Maria Mety Tukan
Umur : 19
Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol.darah : O
Sampel : orang sakit
|
|
Nama : Dorothea Niron
Umur : 19
tahun
Jenis kelamin : perempuan
Gol.darah : O
Sampel : donor
|
a.
Hasil Crossmatch Rutin
b.
Hasil Crossmatch Emergency
1.
Mayor Test
2.
Minor Test
B. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan uji
silang serasi atau cross matching diperoleh hasil yang sama baik pada teknik
cross match rutin dan cross match emergency. Pada praktikum teknik cross match
persiapan operasi tidak dilakukan. Artinya kecocokan antara sel donor dan darah
pasien sehingga darah donor tersebut dapat ditransfusikan kepada pasien yang
bersangkutan.
Kecocokan darah donor dan
darah pasien ini ditunjukan dengan aglutinasi yang negative pada ketiga jenis
teknik cross matching tersebut.
Khusus untuk crossmatching
emergency darah sudah dikirim ke RS jika sudah dalam fase I (medium saline)
menunjukan hasil negative baik pada hemolisis maupun aglutinasi. Tetapi
penyelesaian dari fase III dari tabung I dan II harus tetap dilanjutkan,
sedangkan pada teknik cross match persiapan operasi, permintaan darah
ditunjukkan 2-3 hari sebelum operasi dijalankan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Teknik crossmatch rutin : compatible (cocok)
2.
Teknik crossmatch emergency : compatible (cocok)
B. Saran
1.
Pada saat praktikum gunakan APD karena selalu berhadapan
dengan bahan kimia
2.
Gunakan Protab yang sesuai
3.
Pengambilan jumlah sampel harus sesuai dengan yang
ditentukan supaya tidak terjadi kesalahan pada analisa hasil
4.
Siapkan reagen 1 hari sebelum praktikum
5.
Tidak menjalankan praktikum tanpa ada pembimbing